Ratusan Warga Eks Tim-Tim Datangi Kantor Gubernur NTT: Tolak Relokasi ke Burung Unta, Desak Kepastian Hak Atas Tanah
✕

NEWS

  • REGIONAL
  • HUKRIM
  • Headline
  • POLITIK
  • PEMERINTAH
  • BILATERAL
  • IKIF
  • OPINI
  • NASIONAL
  • TNI-POLRI
  • Asten A. Bait
  • PENDIDIKAN
  • SERBA-SERBI
  • MILITER
  • Pilkada 2024
  • Pemdes Kuimasi
  • Desa Kuimasi
  • EKONOMI
  • Ewalde Taek
  • George Hadjoh
  • Gubernur DIY
  • INTERNASIONAL
  • Kapolri
  • Ketum Ikif
  • Mahasiswa KBPM UKAW 2024
  • PPS Desa Oelnasi
  • Paket Siaga
  • Pemprov DIY
  • Pilgub NTT 2024
  • Pleno Terbuka
  • Prabowo Subianto
  • Presiden Jokowi
  • Rusman Saleh
  • SMAN 2 Kupang Tengah
  • SPK
  • TNI AD
  • UMKM
TEMPO NTT

Breaking News

Link Menu Atas

    • News
    • Bisnis
    • Superskor
    • Sport
    • Seleb
    • Lifestyle
    • Travel
    • Otomotif
    • Techno
    • Kesehatan
    • Populer
    • Beli Tribunnexs
    HOME › PEMERINTAH › WARGA

    Ratusan Warga Eks Tim-Tim Datangi Kantor Gubernur NTT: Tolak Relokasi ke Burung Unta, Desak Kepastian Hak Atas Tanah

    Senin, 16 Juni 2025, 9:07:00 PM

    Baca Juga :



    KUPANG-TEMPONTT.COM,-Ratusan warga eks Timor-Timur yang telah bermukim di wilayah Naibonat, Kabupaten Kupang, mendatangi Kantor Gubernur NTT untuk menyampaikan penolakan terhadap rencana relokasi mereka ke kawasan Burung Unta. Aksi ini berlangsung damai, namun penuh amarah dan keluhan atas ketidakpastian nasib mereka yang telah bertahan selama lebih dari dua dekade tanpa kejelasan hak atas tanah.


    Dalam pertemuan dengan perwakilan Pemerintah Provinsi NTT di Ruang Asisten I, Imanuel Martens, salah satu perwakilan warga menyampaikan keprihatinan mendalam atas proyek pembangunan 2.100 unit rumah yang dinilai tidak layak huni dan tidak manusiawi.


    "Perumahan itu untuk kami, tapi apakah layak untuk kami atau tidak? NKRI itu harga mati buat kami. Kami bela mati-matian demi negara ini. Kami mau tanya, tanah dan air kami tidak miliki, apakah kami ini masyarakat Indonesia atau bukan?" tegas Imanuel. Kepada media 16/6/25.




    Ia menyebut rumah yang dibangun hanya berukuran 110 meter persegi dan tidak dilengkapi fasilitas dasar seperti sekolah, puskesmas, maupun lahan pertanian padahal mayoritas warga adalah petani. Lebih dari itu, menurutnya, program tersebut hanya menyasar warga eks Timor Leste generasi pertama, dan mengabaikan generasi selanjutnya yang telah hidup di Indonesia sejak 1999.


    "Kami sudah lama menderita. Pemerintah tidak perhatikan kami. Tiap lima tahun kami diminta memilih, tapi habis pemilihan, kami digusur. Kira-kira kami ini warga mana?" keluhnya.




    Pernyataan yang paling menyentuh datang saat Imanuel menegaskan tekad masyarakat untuk tetap bertahan di tanah yang mereka huni sejak konflik Timor-Timur.


    "Tanah yang kami tinggal ini tidak akan kami kasih, kecuali kami rampas. Apapun yang terjadi. Daripada kami kesana, kami kasih mati anak-anak," katanya penuh emosi.




    Desakan Pembatalan Relokasi


    Henri, Koordinator Umum aksi, menilai proyek 2100 unit rumah di Burung Unta cacat prosedural dan tidak memenuhi prinsip-prinsip keadilan. Ia menyebut proyek tersebut tidak melibatkan partisipasi warga dan sarat indikasi pelanggaran hukum, termasuk dari sisi ketenagakerjaan.


     "Kami menuntut Gubernur NTT, Melki Laka Lena, untuk mengeluarkan pernyataan resmi bahwa relokasi itu tidak layak. Rumahnya rusak, tidak ada fasilitas umum, dan penuh masalah," tegas Henri.




    Ia juga meminta agar Dinas Ketenagakerjaan dan dinas teknis lain segera turun tangan mengawasi kondisi pekerja proyek yang dilaporkan tidak digaji dan tak memiliki kontrak kerja yang jelas.


    "Lebih menyakitkan lagi, bantuan itu malah dikorupsi. Kami sudah 27 tahun tinggal di sana, hak kami dirampas. Kami datang ke sini sebagai warga NKRI. Pak Gubernur, tolong perhatikan kami yang masih bertahan di Naibonat," tambahnya.




    Henri juga menyoroti penggunaan aparat yang justru dianggap memojokkan warga, padahal warga secara rutin membayar pajak dan mematuhi aturan.


    Sorotan Aliansi Reforma Agraria


    Syahrul dari Aliansi Gerakan Reforma Agraria menyampaikan dalam audiensi bahwa masyarakat Naibonat menghadapi diskriminasi berlapis. Mereka dianggap penghianat jika ingin kembali ke Timor Leste, namun hidup tanpa kepastian jika memilih bertahan di Indonesia.


     "Akar persoalannya jelas: tidak adanya kepastian hukum atas tanah yang telah mereka tempati selama 27 tahun. Itu inti masalahnya," ujarnya.




    Syahrul menilai kebijakan pembangunan rumah 2100 melanggar prinsip partisipasi seperti yang diatur dalam UU No. 2 Tahun 2012 dan PP No. 19 Tahun 2021. Ia menegaskan bahwa relokasi bukan soal ketidaktahuan warga, melainkan penolakan sadar atas kebijakan yang tak berpihak.


     "Masyarakat bukan tidak tahu. Tapi mereka menolak. Sebagus apapun rumah 2100, kalau mereka tidak mau, ya jangan dipaksakan. Yang diperlukan adalah kepastian atas tanah tempat mereka sudah tinggal puluhan tahun," kata Syahrul.




    Ia juga membeberkan kejanggalan dalam isi sertifikat rumah yang tidak bisa diwariskansuatu hal yang dinilainya bertentangan dengan asas reforma agraria.


    Syahrul turut mengaitkan persoalan ini dengan konflik agraria serupa di Pulau Kera.


    "Masalah di Pulau Kera juga belum selesai. Pemerintah bilang izin HGU belum diperpanjang, tapi perusahaan bilang sudah. Ini membingungkan masyarakat. Kami minta semua aktivitas dihentikan sampai ada kepastian hukum," tutupnya.




    Respons Pemerintah dan Aparat


    Dari pihak pemerintah, Kepala Dinas PUPR yang baru dilantik mengakui bahwa proyek 2100 unit rumah memang menyisakan banyak persoalan, mulai dari infrastruktur minim hingga tidak adanya jaminan hukum atas kepemilikan rumah.


    "Kami akan kaji ulang model sertifikatnya. Tidak boleh ada pemaksaan. Kalau program ini bantuan, maka sifatnya sukarela. Kalau relokasi, maka harus dialogis dan manusiawi," jelasnya.




    Ia juga menyatakan bahwa Pemprov NTT akan berkoordinasi dengan BPN dan kementerian terkait agar masyarakat bisa mendapatkan kepastian hak atas tanah di Naibonat.


    Kapolresta Kupang Kota, Kombes Pol Aldinan RJH Manurung yang hadir langsung mengawal aksi, menjamin keamanan dan menyatakan keterbukaan Polri dalam menyalurkan aspirasi masyarakat.


    "Kami paham keresahan warga. Mari kita salurkan secara damai dan bermartabat. Kami akan bantu koordinasi agar masyarakat tidak kehilangan haknya," katanya.




    Sementara itu, Dinas Ketenagakerjaan NTT berjanji akan turun tangan mengecek status tenaga kerja proyek pembangunan rumah 2100.


    "Kami akan telusuri hubungan kerja secara detail, agar hak-hak pekerja dipenuhi dan tidak terjadi pelanggaran," ungkap perwakilan dinas tersebut.




    Aksi Berlanjut ke Kejati


    Usai bertemu dengan Pemprov NTT, massa aksi melanjutkan demonstrasi ke Kantor Kejaksaan Tinggi NTT untuk menuntut penegakan hukum dan transparansi dalam proyek pembangunan rumah tersebut.




    Tags PEMERINTAHWARGA
    Bagikan ini ke

    Komentar

    Trending +

    • Polresta Kupang Kota Sanksi Bripka JTP: Terbukti Langgar Disiplin, Dikenai Demosi dan Ditempatkan di Ruang Khusus
      KUPANG, TEMPONTT.COM- Satuan Profesi dan Pengamanan (Sie Propam) Polresta Kupang Kota resmi menjatuhkan sanksi disiplin kepada Bripka JTP a...
    • George Hadjoh-Ewalde Taek Kaya Visi Misi dan Program Kerja Menuju Kesejahteraan Kota Kupang
      Kota Kupang - Dalam Pilkada Kota Kupang 2024, Pasangan Calon Walikota Kupang dan Wakil Walikota Kupang, George M. Hadjoh dan Theodora Ewald...
    • Mengabdi 12 Tahun Tak Dapat Rekomendasi Tes PPPK, Malah Rektor Beri Pada Istri Dekan yang Bukan Pegawai IAKN Kupang
      Kupang-TEMPONTT.COM ,-Demi Istri Dekan di salah satu Fakultas di Institut Agama Kristen Negeri Kupang, Rektor IAKN Kupang Dr. I Made Suardan...
    • Ace Hasan Syadzily : Indonesia Mendapat Tambahan Kuota Haji
      Jakarta - Anggota Pansus Angket Haji DPR RI Ace Hasan Syadzily mengatakan bahwa semula Indonesia hanya mendapatkan 221 ribu kuota haji. Namu...
    • Keluarga Lassa Polisikan Oknum pemalsuan Dokumen kepemilikan Tanah warisan Keluarga Lassa di Fatukoa
      KUPANG, TEMPONTT.COM – Yunus Lassa, selaku  Ahli waris keluarga Lassa asal Kelurahan Fatukoa, Kecamatan Maulafa, Kota Kupang, melaporkan du...
    • Mahasiswa KBPM UKAW 2024 Hadir di SMAN 2 Kupang Tengah; Sebagai Motivator Pendidikan dalam Sosialisasi "Peran Pendidikan dalam Pembangunan Daerah"
      Kupang - Mahasiswa KBPM Ukaw Kupang 2024 Gelar Sosialisasi "Peran Pendidikan dalam Pembangunan Daerah" Kepada Siswa-siswi SMA Nege...
    • Diduga Ada Praktik Korupsi Pengujian Kendaraan Bermotor di Dishub Ende
      ENDE-TEMPOTT.COM ,-Diduga ada ada praktik korupsi pengujian kendaraan bermotor di Dinas Perhubungan (Dishub) Kabupaten Ende. Banyak kendaraa...
    • Anak Muda Jangan Cuma Pamer Bendera, Tapi Ambil Alih Tiangnya
      Oleh: Etmon Oba TEMPONTT.COM ,-Di Indonesia, satu hal yang paling mengerikan bukanlah korupsi. Bukan juga kemiskinan. Tapi sikap diam dan ma...
    • Gaji dan Pesangon Tak Dibayar, Elson Kondo Siap Gugat PT. ISS Unilever
        Kota Kupang - TEMPONTT.COM ,- Nasib piluh harus dialami Elson Kondo (46), Warga Kelurahan Oepura RT 008/RW 003, Kecamatan Maulafa, Kota Ku...
    • Upacara Pelepasan Pindah Satuan Prajurit Yonkav 8/NSW/2 Kostrad
      Pasuruan - Komandan Batalyon Kavaleri 8/NSW/2 Kostrad Letkol Kav Mochammad Nuril Ambiyah, S.H.,M.I.P. memimpin upacara tradisi pelepasan pra...
    + Indeks Berita

    Link Bawah

    • Tentang Kami
    • Redaksi
    • Disclaimer
    • Pedoman Media Siber
    • Kode Etik
    • Kontak Kami
    • Info Iklan
    Copyright © TEMPO NTT

    TerPopuler